Sabtu, 15 Oktober 2011

Harta Rampasan Perang


Harta Rampasan Perang
Salab
Sabda Nabi SAW pada perang Hunain: ”Siapa yang membunuh, maka baginya salabnya” setelah peperangan, tidak menafikan hukum tersebut, bahkan menetapkan terhadap hukum yang lalu, hal ini sudah diketahui para sahabat sebelum perang Hunain, maka Abdullah bin Jahsy berkata, ”Ya Allah, pertemukan saya dengan musuh yang kuat” sampai kepada sabda Nabi, “Lalu saya membunuh dan mengambil semua perlengkapan perangnya” sebagaimana yang telah lalu. Abu Hanifah dan Al-Hadawiyah berpendapat bahwa salab itu tidak mutlak menjadi milik sang pembunuh, kecuali jika pemimpin menyampaikanya sebelum peperangan, seperti dengan ucapan, ”Siapa yang membunuh musuh, maka ia mendapatkan salabnya,” bila tidak, maka salab itu harta rampasan perang. Ini merupakan pendapat yang tidak sesuai dengan dalil-dalil yang ada. Ath-Thahawi berkomentar bahwa semua itu diserahkan kepada kebijaksanaan pemimpin, karena Nabi SAW memberikan salab Abu Jahal kepada Mu’adz bin Al-Jamuh atas partisipasinya membunuh Abu Jahal dengan berkata, ”Kalian berdua yang membunuhnya” ketika keduannya memperlihatkan pedang kepada Nabi SAW. Pendapat dijawab bahwa Nabi SAW memberikan salabnya kepada Mu’adz; karena dia mempunyai andil besar atas terbunuh Abu Jahal dengan melihat panjangnya darah bekas tusukannya yang menempel pada pedang, sedangkan sabda Nabi, ”Kalian berdua yang membunuhnya” untuk menghibur keduanya.
Sedangkan memberikan 1/5 salabnya untuk dimasukkan dalam harta rampasan perang tidak diwajibkan berdasarkan keumuman hadits-hadits yang meniadakan aturan memberikan 1/5 salab. Inilah pendapat Ahmad, Ibnu Al-Mundzir, Ibnu Jarir dan lainnya, seakan-akan mereka mengecualikan keumuman ayat dengan hadits-hadits, yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ibnu Hibban dari hadits’Auf bin Malik dengan tambahan “Dan tidak meminta 1/5 salabnya”, hadits ini juga diriwayatkan Ath-Thabrani.
Namun ulama berbeda pendapat, apakah si pembunuh harus mempunyai bukti bahwa ia membunuh karena ingin mendapatkan salab? Al-Laits, Asy-Syafi’i dan sekelompok ulama mazhab Maliki berpendapat tidak dipercaya perkataan kecuali bila dia memberikan bukti berdasarkan beberapa riwayat dengan lafazh, ”Siapa yang membunuh musuh, sedangkan ia mempunyai bukti atas hal itu; maka ia berhak atas salabnya.”

Ghanimah
Sedangkan seorang yang berperang karena motivasi mendapatkan kekayaan duniawi; maka tidak ada pengaruhnya hadiah khusus yang akan diberikan komandan dengan ungkapan, ”Siapa yang melakukan ini, maka ia mendapatkan ini,” karena memang niat awalnya mendapatkan kekayaan duniawi. Mujahid adalah orang yang ingin meninggikan kalimat Allah di muak bumi. Siapa yang niat awalnya untuk meninggikan kalimat Allah; maka tidak akan mengubah niatnya apabila dia mendapatkan juga pembagian harta rampasan perang ataupun kekayaan duniawi lainnya, sebagaimana sabda Nabi SAW, ”Rezeki terdapat pada ayunan tombak.”
Ulama berbeda pendapat, apakah pemberian bonus itu diambilkan dari harta rampasan perang atau dari 1/5 atau 1/10? Al-Khathabi berkata, “Kebanyakan riwayat menunjukkan bahwa pemberian bonus itu diambilkan dari harta rampasan perang sebelum dibagikan.”
“Darinya berkata, Rasulullah SAW membagi harta rampasan Khaibar, dua bagian untuk penunggang kuda dan satu bagian lagi untuk pejalan kaki.”
Hadits ini merupakan dalil bahwa orang yang berperang di jalan Allah dengan mengendarai kuda mendapatkan 3 bagian dari harta rampasan perang, satu bagian itu dirinya dan dua bagian untuk kudanya.
Fa’i
Al-fai’ adalah rampasan perang yang diperoleh tidak melalui peperangan. Dijelaskan dalam kitab Nihayah Al-Mujtahid: menurut jumhur ulama bahwa tidak ada jatah 1/5 dari harta rampasan tersebut, karena tidak ditempuh dengan kuda ataupun untu, karena bani Nadhir hanya berjarak 2 mil dari Madinah, maka kaum muslimin berjalan kaki, kecuali Rasulullah SAW menunggang unta atau keledai, dan kaum muslimin yang ikut pada saat itu tidak mendapatkan kesulitan.
source : http://blog.sunan-ampel.ac.id/nurlaila/2011/05/31/hadis-tentang-salab-fai-dan-ghanimah-ivsjb/

Tata Cara Memperlakukan Tawanan Perang


Nabi Muhammad SAW  telah memperkenalkan suatu tata cara yang beradab dalam memperlakukan tawanan tawanan perang dengan manusiawi dan beradab,sebagaimana tercatat  dalam sejarah peradaban muslim .Berbagai penjahat perang dibebaskan dari segala kesalahannya,sebagai contoh salah satunya adalah Sofwan bin Umayyah , salah satu musuh Nabi yang paling kejam  terhadap diri Rasul dan juga umat islam waktu itu.
Sofwan bin Umayyah ini sangat banyak melakukan rongrongan,fitnahan,penganiayaan ,serta penyiksaan terhadap Rasulullah SAW dan kaum muslimin.Karenanya ia termasuk dalam daftar orang-orang yang harus dihukum mati ,yang dia sendiri mengetahuinya ,sehingga  ketika kaum muslimin menguasai kota Mekkah,sebagai pusat kekuasaan musyrikin Quraisy yang ia sendiri salah seorang pemimpinnya.Sofwan bin Umayyah bersama Ikrimah binAbu Jahal melarikan diri dan hendak menyeberang ke benua hitam,Afrika.
Namun setelah mendengar berita,bahwa Ikraimah mengurungkan niatnya dan bertemu Rasul kemudian dia dibebaskan .maka Sofwan mulai kebingungan dan jika bisa akan mengikuti jejak  kawannya,Ikrimah itu.Oleh sebab  itu Sofwan bin Umayyah bertemu anak pamannya ,Umair bin Wahab yang segera pula ia bertemu dengan Nabi Muhammad SAW .Lalu Umair bin Wahab berkata:”Ya Nabiyullah ,Sofwan itu adalah kepala suku yang sangat di hormati  dikalangan Quraisy .Ia telah melarikan diri dari padamu,karena ketakutan dan akanberlayar . Aku minta kepadamuagar engkau memberikan ampunan  baginya  ,sebagaimana engkau memberi ampunan kepada orang lain dengan tidak memandang bulu dan warna kulit”. Mendengar permintaan Umair bin Wahab,maka Rasulullah SAW berkata:” Cegatlah anak pamanmu itu ia telah mendapat pengampunan dariku”.
Namun Umair  bin Wahab masih kurang yakin,sehingga ia meminta jaminan keamanan dari Rasulullah SAW  sebagai tanda aman dan ampunannya.Rasulullah SAW segera memberi tanda aman dan ampunan tersebut berupa kopiahnya yang dipakai pada waktu masuk ke kota Mekkah.Kemudian ia bergegas menemui Sofwan bin Umayyah di tempat persembunyiannya lalu memperlihatkan tanda itu kepadanya sambil berkata:” Aku ini  datang dari seorang manusia yang paling baik di muka bumi ini,dari seorang yang suka berbuat baik,yang mulia hati dan tinggi budi bahasanya,yaitu anak pamanmu yang telah memberikan keistimewaan kepadamu  supaya kamu kembali”.
Mulanya Sofwan bin Umayyah agak takut juga,enggak percaya terhadap apa yang dilihat dan dikatakan oleh Umair bin Wahab,tetapi ketika Sofwan mendengar tentang  kepribadian Nabi lebih mulia dari pada apa yang di perhitungkan Sofwan bin Umayyah sebelumnya,maka ketakutannya pun sirna lenyap,dan keduanya kemudian datang menghadapNabi Muhammad SAW.Lalu Sofwan bin Umayyah berkata kepada Nabi:” Umair menyampaikan kepadaku bahwa engkau telah menjamin  keamananku”.Rasululullah SAW berkata:” Apa yang dikatakannya itu benar”. Kemudian Sofwan bin Umayyah berkata lagi kepada Nabi Muhammad SAW:” Apakah engkau mau memberikan waktu bagiku dua bulan untuk berfikir,apakah aku akan memeluk Islam atau akan tinggal di luar Islam?” .Rasulullah Muhammad SAW  menjawab:” Kepadamu kuberikan waktu empat bulan untuk berfikir”.
Ketika Nabi Muhammad SAW keluar dari Mekkah untuk pergi ke peperangan Hunain ,Nabi meminjam empat puluh ribu dirham dari pada Sofwan binUmayyah,juga meminta meminjam banyak alat perlengkapan perang  dari pemimpin suku Quraisy yang masih musyrik tersebut.Tatkala Sofwan bimbang,apakah pengambilan ini merupakan rampasan perang,yang harus ditunaikannya,Nabi Muhammad SAW berkata:”   Tidak,  bukan rampasan,ini hanya pinjaman ,terjamin dan akan di kembalikan”. Meskipun dia masih musyrik ,tetapi dia telah bekerjasama dengan Nabi Muhammad SAW,dalam suatu kerja sama yang baik dan akrab.Dan Rasulullah SAW  tidak memaksakan keyakinhannya,karena Islam tidak memperbolehkan pemaksaan dalam agama.Karenanya Rasulullah SAW memberi kesempatan empat bulan untuk  berfikir,padahal Sofwan bin Umayyah memintanya hanya dua bulan waktunya untuk berfikir apa masuk Islam atau tidak.
Selanjutnya Rasulullah SAW pergi berperang untuk membebaskan wilayah dari pendudukan Hawazin di Hunain bersama-sama Sofwan bin Umayyah yang masih musyrik  itu.Setelah perang usai,Rasulullah SAW tidak hanya  mengembalikan semua pinjamannya dan membayar segala utang piutangnya ,tetapi juga melimpahkan kemurahannya dengan kurnia yang luar biasa,baik kepada Sofwan bin Umayyah maupun kepada kaum muslimin yang ikut dalampeperangan tersebut. Ia memberikan kepada Abu Sufyan bin Harb empat puluh kati perak dan seratur ekor unta,ia juga memberikan sebanyak itu pula kepada Yazid dan Mua’wiyah.Kemudian Rasulullah SAW memberikan kepada Hakim bin Hizam dua ratus ekor unta,dan kepada   Nazar bin Harist  seratus ekor unta seperti halnya kepada Usaid bin Jariyah,Haris binHisyam,Sofwan bin Umayyah,Qais bin Adi,Suhail bin Amr dan lain-lain.  Para penerima hadiah-hadiah tersebut merupakan para penjahat perang yang diampuni oleh Rasulullah SAW  ketika menguasai Mekkah,tetapi sekarang menjadi pahlawan-pahlawan Islam yang setia dan berjasa.
Melihat hal itu,Sofwan bin Umayyah heran memnghadapi kenyataan itu,heran ia melihat kemurahan Rasululah SAW yang ia dengar sebelumnya sebagai orang yang tamak kepada harta-benda.Setelah Rasulullah SAW memberi kepada Sofwan bin Umayyah tiga ratus ekor unta ,dengan tambahan  berbagai barang berharga lainnya.Nabi  Muhammad SAW melihat wajah Sofwan bin Umayyah yang menunjukkan keheranannya dan berkata:” Apakah engkau merasa aneh ?” Sofwan menjawab:”Sesungguhnya ya Rasulullah”.Setelah Nabi Nabi Muhammad SAW berkata,bahwa semua barang yang bertimbun-timbun itu adalah untuknya,Sofwan berkata:” Raja-rajapun tak ada yang sekaya dan semurah ini,dan jika ada yang demikian ,maka orang itu ialah hanya Nabi yang kuhadapi sekarang ini”. Kemudian Sofwan bin Umayyah tegak dengan keyakinan  dihadapan Rasulullah SAW dan dengan muka yang berseri-seri lalu diucapkannya dengan bibir dan lidah yaang tidak ragu-ragu:”Aku mengaku bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku mengaku pula bahwa Muhammad itu adalah pesuruh-Nya!”.
Begitulah akhirnya Sofwan bin Umayyah tidak sempat memamfaatkan waktu empat bulan yang diberikan Nabi kepadanya,untuk menentukan sikapnya apakah ia masuk Islam atau sebaliknya.Tetapi kemudian setelah mengamati akhlaqul karimah Rasulullah SAWyang demikian tinggi,sehingga ia segera pula memeluk  Islam  dengan ksuka rela,kkarena Al Qur’an menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam agama.
source : http://hukum.kompasiana.com/2011/06/17/perlakuan-rasulullah-saw-terhadap-tawanan-perang/

Tawanan Perang


Islam menetapkan peraturan tertentu dalam perang. Di dalam perang, ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah. Pihak yang kalah sering kali menjadi tawanan perang. Tawanan perang dalam Islam adalah seperti berikut:
Keutamaan melumpuhkan musuh 
Firman Allah S.W.T yang bermaksud:
"Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Surah Al-Anfaal: ayat 67)[

Membunuh, menawan atau membebaskan musuh

Firman Allah S.W.T yang bermaksud:
"Dengan yang demikian, apabila kamu berjuang menentang orang-orang kafir (dalam peperangan jihad) maka pancunglah lehernya, sehingga apabila kamu dapat membunuh mereka dengan banyaknya (serta mengalahkannya) maka tawanlah (mana-mana yang hidup) dan ikatlah mereka dengan kukuhnya. Setelah selesai pertempuran itu maka (terserahlah kepada kamu) samada hendak memberi kebebasan (kepada orang-orang tawanan itu dengan tiada sebarang penebusnya) atau membebaskan mereka dengan mengambil penebusnya. (Bertindaklah demikian terhadap golongan kafir yang menceroboh) sehinggalah berakhir peperangan jihad itu (dan lenyaplah sebab-sebab yang memimbulkannya). Demikianlah (diperintahkan kamu melakukannya) dan sekiranya Allah menghendaki, tentulah Dia membinasakan mereka (dengan tidak payah kamu memeranginya); tetapi Dia (perintahkan kamu berbuat demikian) kerana hendak menguji kesabaran kamu menentang golongan yang kufur ingkar (yang mencerobohi kamu) dan orang-orang yang telah berjuang serta gugur syahid pada jalan Allah (mempertahankan agamanya), maka Allah tidak sekali kali akan mensia-siakan amal-amal mereka." (Surah Muhammad : ayat 4).


Ayat ini diturunkan pada tahun ke-2 Hijrah ketika mana Rasulullah telah mula melancarkan peperangan demi peperangan terhadap orang-orang musyrik. Berdasarkan ayat ini, jika ada tawanan perang, maka pilihan yang ada kepada Rasulullah (sebagai Ketua Negara) hanyalah membebaskan mereka atau menerima tebusan. Tidak ada kebenaran untuk menjadikan mereka sebagai hamba.

Larangan berlaku zalim

Ditakdirkan umat Islam mempunyai tawanan perang dan sebagainya, Islam melarang umatnya daripada berlaku zalim dan kejam terhadap tawanan ini. Allah berfirman bermaksud:
"Dan mereka (iaitu orang yang beriman) memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan". (Surah Al-Insaan: ayat 8)

Contoh

Tawanan Perang Hunain

Ketika Perang Hunain, Rasulullah telah mengambil tawanan-tawanan perang sebagai hamba. Bagaimanakah hal ini boleh terjadi sedangkan ayat di atas dengan jelas tidak menyatakan sebarang keizinan untuk menjadikan tawanan perang sebagai hamba? Di sinilah pemahaman yang mendalam tentang nas diperlukan agar tidak tersalah di dalam mengistinbat sesuatu hukum.
Melalui perincian dari catatan sirah perang Hunain, ia menunjukkan bahawa ketika peperangan berlangsung, orang-orang musyrik turut membawa wanita dan kanak-kanak bertujuan untuk meningkatkan bilangan serta memberikan semangat kepada tentera mereka. Setelah kaum musyrik kalah dalam perang ini, wanita dan kanak-kanak ini menjadi tawanan, lalu dibahagi-bahagikan oleh Rasulullah kepada kalangan tentera kaum Muslimin sebagai hamba. Tawanan-tawanan wanita dan kanak-kanak ini disebut (dalam bahasa arab) sebagai “sibyah”.
Jadi, tindakan Rasulullah ini (menjadikan tawanan sebagai hamba) hanya berlaku khusus untuk sibyah sahaja. Walaupun setelah itu Rasulullah telah meminta kaum Muslimin untuk membebaskan mereka kepada keluarga masing-masing secara sukarela, namun tindakan Rasul ini sebenarnya telah menjadi dalil bagi membolehkan sibyah (iaitu tawanan wanita dan kanak-kanak yang turut sama ke medan perang) dijadikan sebagai hamba sekiranya pasukan musuh ditewaskan.

 

Tawanan Perang Khaibar

Manakala ketika Perang Khaibar, Rasulullah tidak pula menjadikan tawanan wanita dan kanak-kanak (sibyah) sebagai hamba walaupun kaum Muslimin menang di dalam peperangan tersebut.
Berdasarkan hal ini, Abu Ubaidah menerangkan tentang sibyah: Seseorang imam (Ketua Negara) itu mempunyai pilihan selagimana sibyah belum dibahagikan di kalangan tentera Muslim. Tetapi, jika mereka telah dibahagikan, maka khalifah tidak berhak memaksa agar sibyah itu dibebaskan kecuali dengan hadiah atau dibebaskan secara sukarela oleh tentera kaum Muslimin.
Namun Rasulullah tidak melakukan hal itu kepada penduduk Khaibar, malah baginda membiarkan mereka bebas (merdeka). Baginda juga tidak meminta dari sesiapapun untuk mengembalikan mereka, sebab memang baginda tidak membahagikannya.

Larangan memperhambakan tawanan perang lelaki

Dengan demikian, jelaslah bahawa Islam hanya melarang memperhambakan tawanan perang lelaki tetapi memberikan pilihan kepada Khalifah terhadap nasib sibyah antara diperhambakan atau dibebaskan dan tidak ada tebusan atas mereka.
Namun begitu perlu diingat bahawa hukum ini hanya akan berlaku apabila wanita dan kanak-kanak tersebut ikut ke medan perang. Namun, apabila mereka tetap tinggal di rumah mereka, maka mereka tidak boleh dijadikan sebagai sibyah. Keputusan Khalifah dalam masalah perhambaan sibyah ini hendaklah berjalan sesuai dengan polisi perang (yang diadopsi) oleh Khalifah berkenaan pengambilan tindakan ke atas musuh.
Objektif di sini bukanlah untuk menggalakkan perhambaan, tetapi hanya menunjukkan bahawa ia adalah salah satu polisi perang yang keputusannya terletak di tangan Khalifah, sebagai Ketua Negara
  1. http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=mal&nSora=8&nAya=67&t=ind
  2. http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=mal&nSora=47&nAya=4&t=mal
  3. http://quran.al-islam.com/Targama/DispTargam.asp?nType=1&nSeg=0&l=mal&nSora=76&nAya=8&t=ind
4.       http://ms.wikipedia.org/wiki/Tawanan_perang_dalam_Islam